Renungan Kamis, 21 Januari 2021

Bacaan I          : Ibr. 7:25-8:6

Mazmur           : 40:7-8a.8b-9.10.17:R:8a.9a

Bacaan Injil     : Mrk.  3:7-12

Renungan

Sebagai murid Yesus, kita seperti banyak orang dalam Injil, yang dengan banyak cara datang ke aneka tempat terjadi mukjizat. Bila ada penampakan Bunda Maria di suatu tempat, orang-orang pun berbondong-bondong datang ke sana. Demikian juga ketika kisah Ponari, dukun cilik asal Megaluh –Jombang, banyak orang datang ke desa itu untuk bisa “menyentuh” agar disembuhkan.

Kabar tentang mukjizat yang dilakukan Yesus menarik perhatian orang banyak dari berbagai wilayah. Berbagai upaya mereka lakukan agar dapat menemui Dia, bahkan untuk menyentuh Dia. Sayangnya, kesediaan mereka mengikuti Yesus hanya karena merasa tertarik pada mujizat yang diperbuat Yesus. Itu sebabnya Tuhan mengambil jarak, menghidar dari orang banyak dengan naik perahu. Hampir senada dengan itu, Yesus juga melarang keras pengakuan roh-roh jahat bahwa Ia adalah Anak Allah.

Mungkin kita akan bertanya-tanya, mengapa Tuhan menghidari desakan orang banyak dan juga melarang pengakuan tentang identitas-Nya? Bukankah Yesus sesungguhnya adalah Anak Allah? Memang benar. Akan tetapi, status Anak Allah bukan hanya dinyatakan dalam bentuk demonstrasi kuasa atau mukjizat yang spektakuler. Kemesiasan Yesus dinyatakan juga melalui penderitaan atau jalan salib; sesuatu yang jelas tidak disukai manusia. Kepada para murid, Yesus menegaskan bahwa mengikuti Dia karena mukjizat bisa saja membuat mereka akan sangat kecewa. Menjadi murid-Nya adalah mengkuti jalan salib-Nya dengan setia. Jalan salib memang tidak popular untk membentuk kemuridan dibanding dengan mukjizat dan penyembuhan. Akan tetapi, itulah Kerajaan Allah: lewat salib Yesus menegaskan kesetiaan dan cinta kepada manusia. 

Doa: Allah Bapa di surga, kami kerap kali tidak berani memikul salib. Ajarlah kami untuk setia menapaki jalan salib hidup kami sendiri sebagaimana ditunjukan Putra-Mu. Amin. Sumber: Ziarah Batin 2021, Obor Jakarta