Renungan Kamis, 18 November 2021
Bacaan I : 1Mak. 2:15-29
Mazmur : 50:1-2.5-6.14-15;R:26b
Injil : Luk. 19:41-44
Kita bisa belajar dari teladan keluarga Matatitas, “Namun akau serta anak-anak dan kaum kerabatku terus hendak hidup menurut perjanjian nenek moyang kami” (1Mak, 2:20) Matatitas adalah seorang yang benar dihadapan Allah. Ia adalah seorang yang setia kepada Allah dan memilki ketetapan hati. Ia tahu tujuan dana rah hidupnya. Sering kali kita melihat dan mendengar suatu berita bahwa harga kesetiaan itu sangat mahal, misalnya hanya karena himpitan ekonomi, persoalan relasi dan jabatan atau demi nama baik seseorang lebih mudah untuk mengikuti tawaran atau terbawa arus, sekalipun harus mengorbankan keyakinannya, Seolah-olah mereka tidak memilki keberanian untuk menjadi saksi kebenaran di tengah keluarga, tempat kerja atau masyarakat.
Dalam bacaan Injil hari ini dikisahkan Yesus menangis bukan karena ditolak, dihina, dibenci, disiksa, disalibkan, melainkan karena sedang dielu-elukan ketika memasuki Kota Yerusalem. Yesus menangisi Kota Allah itu karena manusia di dalamnya tidak menyadari apa sesungguhnya yang mereka perlukan untuk kebaikan mereka. Tuhan telah datang melawat mereka, tetapi mereka tidak tahu dan tidak mau tahu, sehingga mengalami kebinasaan, Yesus menangisi kita karena kedosaan kita, tetapi Yesus juga sangat mengasihi kita karena itu Ia mengurbankan diri-Nya untuk memabwa kita kembali kepada Bapa. Apakah kita bersedia dan berani membuka hati supaya kita mampu melihat dan mengalami penyertaan Tuhan dalam setiap peristiwa hidup kita? Marilah kita memilki ketetapan hati sehingga kita mampu setia dan bertahan dalam tuntunan-Nya.
“Ya Allah, tolonglah kami dengan rahmat-Mu agar mampu dan berani hidup benar dalam tuntunan Roh Kudus-Mu. Amin.”
Sumber: Ziarah batin 2021, Obor, Jakarta