Santo Santa
Santo Primus dan Felicianus, Martir
Kedua bersaudara kandung ini berasal dari keluarga kafir di kota Roma. Meskipun mereka masih kafir, namun mereka dikenal sebagai orang baik-baik yang disenangi banyak orang. Semenjak kecil, Primus dan Felicianus hidup di lingkungan kafir dan dididik oleh kafir pula.
Pengenalannya akan iman Kristen sampai menjadi martir, berawal dari perkenalan mereka dengan Paus Feliks I (269-274). Dari bimbingannya kedua bersaudara ini mengenal iman Katolik dan dipermandikan.
Setelah permandiannya, mereka rajin berdoa dan melakukan kegiatan-kegiatan amal kasih, mengunjungi orang-orang Kristen di penjara untuk menghibur dan meneguhkan hati mereka. Tuhan melimpahkan rahmatNya kepada mereka dan melindungi mereka dari segala tindakan kejam para penguasa negara. Selama bertahun-tahun berkarya di tengah-tengah aksi penganiayaan terhadap orang-orang Kristen oleh kaisar Diokletianus, Primus dan Felicianus selalu terhindar dari usaha penangkapan.
Tetapi akhirnya mereka di tangkap juga pada tahun 297 dan dipenjarakan bersama orang-orang Kristen lainnya. Namun demikian iman mereka tidak goncang sedikitpun. Mereka saling menghibur dan dengan tekun saling meneguhkan sesamanya yang lain. Setelah beberapa waktu, mereka di bawa ke Nomentum, kota kecil yang berjarak 12 mil dar Roma. Mereka diadili oleh Promotus. Dakwaan dan berbagai ancaman dikenakan pada mereka, namun iman mereka tidak goyah. Akhirnya mereka dijatuhi hukuman mati penggal kepala.
Jenazah mereka dimakamkan di Nomentum. Pada tahun 649, Sri Paus Theodorus I (642-649) menyuruh memindahkan jasad mereka ke kota San Stephanus Rotondo. Inilah peristiwa pertama, dimana tulang-belulang para martir boleh dibawa keluar kota dari kota Roma.
Santo Efrem, Pujangga Gereja
Lahir di Nisibis tahun 306, Mesopotamia (sekarang: Nusaybin, Turki) dan meninggal tahun 373. Ia sebagai seorang penyair, guru, orator dan pembela iman, Efrem dikenal luas serta menjadi tokoh kebanggaan umat Kristen Syria. Semasa remajanya ia mengikuti pendidikan agama dari uskup Yakob dari Nasibis. Uskup Yakob-kemudian digelari ‘Kudus’ oleh Gereja-membimbing Efrem hingga di permandikan.
Ketika orang-orang Syria menduduki kota Nasibis pada tahun 363, orang-orang Kristen di Nasibis dipaksa keluar dari Nasibis. Efrem bersama orang-orang Kristen Nasibis mengungsi ke Edessa (Urfa di Irak). Di tempat pengungsian itu, umat mengangkatnya sebagai pemimpin rohani mereka. Efrem menerima tugas ini sebagai kesempatan emas untuk membaktikan diri pada umat. Ia mengajarkan mereka ajaran iman Kristen serta membesarkan hati mereka. Sementara itu ia sendiri menjalani suatu corak hidup yang keras sampai saat ajalnya. Ia rajin menulis buku-buku pembelaan iman. Buku-buku apologetisnya, homili-homilinya dalam bentuk puisi, berbagai nyanyian dan kidung Gereja ciptaannya, membuat dia dikenal luas dan berpengaruh besar di kalangan umatnya di Edessa, bahkan diseluruh Gereja. Di Gereja Timur ia dijuluki ‘Cahaya bangsa Syria’, ‘Rasul Bangsa Syria’, ‘Pujangga Gereja’, dan ‘Kecapi Roh Kudus’. Dua puluh tahun setelah kematiannya, Santo Yerome memasukkan namanya dalam daftar orang-orang Kristen yang masyur namanya.
Efrem dikenal karena ajaran-ajaran dogmatis dan pengetahuannya yang luas. Ia rajin membaca Kitab Suci dan merefleksikan misteri-misteri Allah. Komentar-komentarnya tentang Kitab Suci sangat bermanfaat pula waktu itu. Sebagai seorang komentator, ia lebih suka akan arti harafiah Kitab Suci dan enggan menafsirkannya secara alegoris. Ia ramah kepada orang-orang miskin dan yang menderita. Tatkala umat Edessa tertimpa kelaparan hebat pada tahun 378, ia berjuang keras untuk menyelamatkan mereka dari kematian. Kunci sukses hidupnya ialah kerendahan hatinya: ia tidak pernah menaruh kepercayaan pada diri sendiri melainkan pada Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan akan senantiasa membimbingnya. Ia menolak di tabhiskan menjadi imam dan memilih tetap sebagai diakon sampai akhir hidupnya. Kepada Santo Basilius yang ditemuinya, ia berkata: “Sayalah Efrem, orang yang tersesat dari jalan ke surga. Karena itu kasihanilah saya orang berdosa ini. Bimbinglah saya melalui jalan yang sempit.”
Beata Diana, Sesilia dan Amata, Perawan
Santo Dominikus memperluas karyanya ke Italia dan memilih kota Bologna sebagai pusat karyanya, karena buah-buah pikirannya diterima baik di Universitas Bologna.
Pada mulanya karya Dominikus di kota ini tidak terlalu berhasil. Banyak rintangan menghadang, terutama karena Tuan Andalo, seorang tuan tanah yang berkuasa di Bologna, tidak suka pada agama Kristen. Meski demikian, Dominikus tidak berputus asa. Tuhan tetap memberkati karyanya dan memberinya jalan keluar dari segala kesulitan. lewat Diana, puteri kesayangan Andalo, Dominikus mendapat jalan keluar untuk menanamkan pengaruhnya di Bologna. Diana menjadi sahabat baik Dominikus, dan sangat tertarik pada ajaran iman Katolik. Ia lalu memutuskan untuk mengikuti pelajaran agama dan ingin menjadi seorang biarawati. Ia yakin bahwa ia dapat membujuk ayahnya dan keluarganya agar tidak bersikap antipati terhadap agama Katolik. Kecuali itu, ia merasa yakin sekali bahwa ayahnya akan bersikap lunak dan akan membantu mendirikan sebuah biara Dominikan di kota Bologna.
Tetapi apa yang diyakininya tidak terjadi dengan mulus. Tatkala ia memberitahukan dan seluruh anggota keluarganya tentang niat sucinya untuk menjadi seorang biarawati, ia dimarahi dan cita-citanya ditolak mentah-mentah. Menghadapi kemarahan dan penolakan keluarganya itu, Diana segera mengambil keputusan berani untuk meninggalkan rumah dan lari mencari perlindungan pada para imam Agustinian di Roxana. Keputusan ini dilaksanakannya secara diam-diam. Hal ini sangat mengejutkan keluarganya. Mereka segera mencari Diana. Akhirnya mereka menemukan dia di Biara Roxana dan membawanya pulang ke rumah. Disana ia dipukul dan dikurung dalam sel. Tetapi beberapa hari kemudian, Diana berhasil meloloskan diri dan kembali ke Roxana. Keluarganya tidak berusaha mencarinya lagi.
Beato Yordan dari Saxon turut berusaha menenangkan keluarganya dan melembutkan hati tuan Andalo bersama anak-anaknya yang lain. Usaha Yordan ini disambut dengan baik dan berhasil. Tuan Andalo bersama anak-anaknya dapat menerima panggilan Diana dan membantu mendirikan sebuah biara kecil bagi biara Dominikan. Biara kecil ini kemudian dihuni Diana bersama empat orang kawannya. Cara hidup mereka menarik banyak orang sehingga dalam waktu relatif singkat merka mendapat tambahan anggota baru. Dua orang dari anggota baru adalah Sisilia dan Amata, sahabat karib Diana. Bersama Diana, Sisilia dan Amata berkembang dalam hidup rohani dan dalam pengabdian tulus kepada Allah. Kemudian mereka digelari ‘beata’(yang berbahagia) oleh Gereja pada tahun 1891.
Beata Anna Maria Taigi, Pengaku Iman
“Keluargaku seperti Firdaus tampaknya, dan hatiku sungguh bahagia”, demikian kata Dominiko Taigi waktu berlangsungnya proses pernyataan beata atas diri Anna Taigi, isterinya. Kegembiraan dan kebahagiaan yang sama meliputi anak-anaknya serta pembantu yang melayaninya. Mereka semua kagum akan kesucian hidup Anna Maria yang sangat mencintai mereka dengan perhatian dan kebaikannya yang luar biasa.
Anna Maria Taigi hidup antara 1769-1837 dan terlahir di Siena.Ketika berumur enam tahun, ia berada di Roma untuk mengikuti pendidikan disana. Ia kelihatan saleh dan sederhana. Ia gemar mengenakan pakaian yang indah-indah serta gemar akan kesenangan-kesenangan dunia yang pantas. Perkawinannya dengan Dominiko Taigi berlangsung pada usia 21 tahun. Tuhan menganugerahkan kepadanya tujuh orang anak. Hidup mereka sederhana namun bahagia. Untuk menambah pendapatan keluarga, ia menerima pesanan jahitan. Memang banyak sekali pengalaman pahit dialaminya, namun semuanya dipersembahkan kepada Tuhan. Tuhan selalu meneguhkan hatinya dengan menganugerahkan kedamaian batin kepadanya. Baginya, mendidik dan membesarkan tujuh orang anak bukanlah perkara yang mudah. Ibu kandungnya sendiri tinggal bersama mereka. Beban tanggungannya semakin bertambah berat ketika Sophia anaknya menjadi janda dan kembali tinggal dengannya bersama enam orang anaknya yang lain.
Untuk mereka semua, Anna benar-benar menjadi seorang malaikat pelindung dan pendamai. Bagi tetangga-tetangganya, ia juga menjadi seorang penghibur. Pada suatu hari Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam rupa sebuah bulatan cahaya Ilahi. Dalam bulatan cahaya itu, ia dapat melihat segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, kini dan yang akan datang. Tuhan pun menganugerahkan kepadanya kemampuan mengenal keadaan batin orang lain dan mengetahui nasih orang lain.
Terdorong akan pengalaman akan Allah itu, Anna semakin yakin akan perlindungan Tuhan atas dirinya. Ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah sebagai kurban silih atas dosa-dosa dunia dan bagi keselamatan Gereja ditengah banyak masalah. Banyak sekali orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan. Banyak waktu dihabiskannya untuk melayani orang-orang itu. Kesucian hidupnya ternyata berpengaruh besar terhadap lingkungan disekitarnya. Meski banyak kali disibukkan untuk melayani orang lain, namun apa yang menjadi kewajibannya sebagai ibu rumah tangga tidak pernah dilalaikannya. Suami dan anak cucunya dilayani dengan penuh kasih sayang. Ia pun banyak membantu orang-orang susah dan menyembuhkan banyak orang sakit tanpa meminta bayaran.
Anna Taigi diberi gelar ‘beata’ bukan karena penglihatan ajaib yang dilihatnya tetapi karena kebaikan hatinya, kemiskinannya, kerendahan hatinya serta kerelaannya untuk menderita bagi jiwa-jiwa.