Santo Santa

23 Oktober

Santo Yohanes Kapistrano, Pengaku Iman

Yohanes lahir di Kapistrano, Italia Tengah pada tahun 1386. Ayahnya, seorang perwira tinggi yang menetap di Kapistrano sebagai utusan Raja Ladislaos. Sayang sekali bahwa ayahnya bersama duabelas orang saudaranya dibunuh oleh musuh-musuh Raja Ladislaos. Rumah mereka pun dibakar. Hanya ia sendiri yang selamat.
Pada umur 15 tahun ia belajar ilmu hukum di Universitas Perugia. Ia belajar dengan tekun sampai tengah malam karena mau melampui kawan-kawannya dalam berbagai bidang studi. Pada tahun 1409 ia menyelesaikan studinya dengan hasil yang gilang-gemilang. Selama beberapa tahun ia menjabat sebagai hakim di Kantor Pengadilan kota Perugia dan kemudian menjadi gubernur kota itu pada tahun 1412. Ia sangat dermawan kepada para pengemis. Namun tetap menaruh dendam kepada para pembunuh ayah dan saudara-saudaranya.

Selama 15 tahun ia tidak pernah berkomuni, meskipun selalu mengakukan dosa-dosanya. Pada tahun 1415, ia meringkuk di dalam penjara sebagai tawanan perang. Dalam percobaannya untuk meloloskan diri dari tahanan itu, ia jatuh dan patah kakinya. Pada hari ketiga di dalam penjara, ia mengalami suatu penglihatan ajaib: Ia melihat seorang imam Fransiskan yang diliputi cahaya surgawi mendatanginya. Yohanes takut tetapi serta merta ia berkata: “Aku tidak mau menjadi imam, apalagi menjadi biarawan.” Delapan hari kemudian ia mengalami lagi penglihatan ajaib itu di dalam sel tahanannya. Tetapi ia tetap berpendirian keras sehingga ditegur keras oleh seseorang yang ada di dalam cahaya ajaib itu. Maka akhirnya ia berkata: “Ya, saya rela melakukan apa yang dikehendaki Tuhan dari-padaku.” Untuk membebaskan dia dari tahan itu, ia harus ditebus dengan bayaran yang mahal.

Kini ia menjadi seorang yang ditangkap Tuhan dan rela melakukan apa saja yang diminta Tuhan dari padanya. Ia rela meninggalkan segala-galanya termasuk isterinya yang belum pernah digaulinya dan masuk biara Fransiskan pada umur 30. Dalam masa novisiatnya, Yohanes belajar teologi dan menghayati suatu cara hidup yang keras. Ia banyak dicobai dan dilatih hidup dengan disiplin yang amat keras. Akhirnya dia ditahbiskan menjadi imam dalam ordo Fransiskan.

la menjadi seorang pengkotbah keliling Eropa yang sangat berhasil. Doa yang tekun dan tapa yang keras menjadi dasar kerasulannya. Ia selalu berjalan tanpa alas kaki, kendatipun jalan-jalan tertutup es dan salju. Makannya hanya sekali sehari. Dengan kotbah-kotbahnya yang menarik dan menyentuh hati umat, ia berhasil mentobatkan ribuan orang selama 40 tahun berkarya di seluruh Eropa. Di Austria 12.000 orang heretik dibawanya kembali ke pangkuan Ibu Gereja. Karena itu para penganut ajaran sesat berusaha membunuhnya meskipun selalu gagal karena ia selalu dilindungi Allah secara ajaib. Bersama dengan Santo Bernardinus dari Siena ia berusaha membaharui Ordo Fransiskan, mempersatukan kelompok-kelompok yang bertentangan di dalam Ordo Fransiskan, dan memajukan devosi kepada Nama Suci Yesus Kristus. Dengan devosi itu lahirlah kembali semangat iman umat.

Yohanes menarik begitu banyak orang dengan gaya pewartaannya yang begitu menarik, dan berhasil mentobatkan banyak orang. Ketika Kaisar Frederik III (1440-1493) meminta bantuan kepada Paus Nikolas V (1447-1455) untuk melawan kaum Hussites dan sekte-sekte sesat lainnya, Yohanes-lah yang ditunjuk dan diutus ke Vienna pada tahun 1451 sebagai Inkuisitor Jenderal. Pada tahun 1456 sementara berada di Hungaria, ia melancarkan pewartaan melawan bangsa Turki dan membantu pasukan dalam memukul mundur pasukan Turki di Belgrade. Yohanes meninggal dunia di Villach, Austria pada tanggal 23 Oktober 1456 dan dinyatakan ‘kudus’ pada tahun 1724.

Suster-suster Ursulin dari Valenciennes, Martir

Pada tahun-tahun awal Revolusi Prancis, Suster-suster Ursulin di biara Valenciennea, Prancis diancam dengan berbagai macam hukuman. Tercatat sebelas orang Suster di biara itu. Karena situasi semakin gawat mereka mengungsi ke Mons, Belgia untuk mencari perlindungan di sana. Pada tahun 1793 mereka kembali lagi ke Valenciennes ketika orang-orang Austria menjarahi biara mereka. Di sanalah mereka ditangkap oleh tentara-tentara Prancis dan dipenjarakan pada bulan September 1794.

Pada tanggal 22 Oktober tahun itu sebelas Suster Ursulin itu terrnasuk pemimpinnya Ibu Pailot dipaksa bersumpah taat pada Undang-Undang Revolusi dan dipaksa menyangkali ajaran iman Katolik. Tetapi suster-suster itu dengan tegas menolak mengangkat sumpah yang bertentangan dengan hati nurani mereka. Mereka juga dengan tegas menolak menghilangkan ciri kekristenan dalam dunia pendidikan terutama pendidikan anak-anak. Oleh karena itu mereka diadili dan dijatuhi hukuman mati. Pada hari pelaksanaan hukuman mati itu, mereka maju ke tempat pembantaian yang sudah disediakan sambil memadahkan lagu ‘Magnifikat’ dan ‘Te Deum’. Mereka dibunuh oleh kaki tangan pemerintah yang anti-Gereja di Valenciennes, Prancis.
Pada tahun 1920, Sri Paus Benediktus XV (1914-1922) menggelari kesebelas suster itu sebagai ‘beata’ dengan julukan bersama ‘Sebelas Martir Ursulin’.